Duri - Duri Setangkai Ester - 2

Jumat, 21 Maret 2014

0 komentar
Aku bernafas dengan akar-akar yang menjerat ku. Ranting yang seakan pernah meraih setiap daun-daun yang akan bersemi dengan kelopak indah, kini ia berubah menjadi sebuah duri yang menyakiti ku. Daun yang mulai bersemi, seakan kini hanya mampu menggurkan diri. Sakit ! Bagai mencabut setiap jengkal nyawa yang kumiliki. 
Sampai,aku tak bisa menahan setiap tetesan darah tanda kesakitan yang menghias setiap guratan indah di raut wajahku. Lihatlah aku sekarang,lihatah ! kau ranting yang dulu kuharap saja tak mampu mencuri setiap jengkal gerikankan. Padahal kau yang membuat setiap duri-duri ini menancap disetiap jenggakal raga ku. 
Namun, percuma saja jika aku menyalahkan mu. Sejak awal aku sudah menyakinkan diriku untuk siap menerima semua ini. Tapi, mengapa semua keluar dari keyakinan ku. Rasa sakitnya melewati semua duga ku.
Kini, setiap daun ku hanya mampu menatap mu sambil menjatuhkan diri sembari menahan rasa sakit yang kini menggerogoti ku. Ranting yang dulu kunanti, kenapa kau merubah diri menjadi duri yang mengahncurkan segala mimpi.
Nafas yang dulu kuharapkan menjadi satu. Nafas yang dulu pernah kuharap merubah setiap beda waktu. Hanya menyisahkan abu-abu dan semu. Sejah awal harusnya aku tak mengikuti segala kegilaan ku, dan aku harusnya tahu bahwa perbedaan antara kita adalah sebuah kedustaan yang menghianati tiang yang menyangga kita sejak mata kita menatap cahaya. 
Dan, kurasa kini aku benar-benar sangat membodohkan diriku. Mengapa aku tak mendengarkan bisikan Tuan ku dulu, yang berkata "Jangan kau kejar sebuah berbedaan, meski beda itu indah".
Dalam sakit dan nafas yang masih ku miliki sekarang ini. Dengan sisa-sisa daun yang masih mampu bertahan pada raga ku. Kumulai merangkak menghapus setiap darah dari duri yang menancap sempurna. 
Sembari aku mengobati dan mencabut duri yang masih mendiami tiap inci kulit ku. Dari sisi berbeda merambatlah sebuah cahaya. Ia membekukan darah yang mengalir kini, dan menggurkan satu demi satu duri yang menancap pada raga. Namun, biarpun ia datang membekukan setiap siksa dalam raga ku. Aku masih saja merasa semua itu masih menyakitkan. Karena duri itu terlalu dalam bersarang pada raga ini.

Seekor Rahasia

Rabu, 05 Maret 2014

0 komentar
Lihat mirat yang seakan bersua dengan raut mu
Apa kau melihatnya?
Diantara tubuhnya bersembunyi seekor rahasia
Kau melihatnya?

Lihat mirat yang seakan menyimpul 
Ia menyapamu karena sebegitu rintihnya sayapku
Aku seakan tak mampu bangkit dari tempatku kini
Rahasiaku begitu dalam
Hingga aku menyuruh mirat untuk menjadi tamengnya

Lihat mirat dia bukan memintamu
Aku aku
Kenapa kau menatap mirat?
Tatapan yang kuimpikan

Sebegitukah kau hingga kau tak menemukanku
Bodoh
Bodoh
Tak mungkin kau melihatku
Aku bersembunyi 

Duri - Duri Setangkai Ester - 1

0 komentar
Bodoh atau tolol ? dua kata itu mungkin sedikit mewakili otak ku, yang kurasa benar-benar sudah kehilangan kesadarannya. Memang secara fisik aku masih utuh. Dua mata, satu hidung, satu mulut, dan dua telinga yang semuanya berfungsi secara baik tanpa cacat. Namun fisik ku menipu semuanya. Aku mencoba berdiri didepan sebuah mirat. Kupandangi diriku atas sampai keujung kuku ku sekalipun. Tak ada yang salah, namun kenapa dengan ku. Aku menutupi semua kerusakan dalam otakk ku dengan semua indra ku yang sempurna. Sepertinya otak ku sudah tak dapat kuperbaiki. Otak ku seperti berjalan sendiri, tanpa kontrol ku tentunya.
Ah.....aku benar-benar lepas dari diriku. Mirat didepan ku seakan terheran-heran dengan diriku. Sebegitu butanya mata kecil ku ini, atau ini sesuatu yang tulus yang ku rasakan. Oh, aku tak mengerti. Sungguh ! Bagaimana aku bisa mengerti,otak ku saja sudah lepas dari kendaliku. Aku sadar saat ini aku benar-benar bisa disebut gila karena kebodohan atau ketololan ku. Tapi, terserah ! Aku yakin di dunia ini tak hanya aku yang merasa kan hal ini. Meninggalkan, bukan-bukan meninggalkan tapi lebih tepatnya menjauh. Aku membiarkan diriku menarik diri dari sebuah perasaan tulus yang mencoba menyatu dengan ku. Dan, aku lebih memilih merangkak menuju jalan berduri yang dipikiran orang hanya seperti keindahan sementara. Aku seakan tak peduli dengan ungkapan "Cintailah orang yang mencintaimu" atau "Lebih baik mencintai orang yang mencintaimu daripada mencintai orang yang kau cintai". Keduanya seakan ku abaikan. Aku merasa semua itu hanya sebuah angin yang membuat ku sejuk sementara. Kutup rapat-rapat semua indraku. Langkahku sedikit demi sedikit kulangkahkan pada duri yang begitu mengkilap tajam. Duri yang aku tahu akan menyakitiku, dan yang akan membuatku hancur bagai tulang yang siap-siap menyatu dengan tanah. Aku seakan sudah menyiapkan hati ku yang sedikit demi sedikit ku olesi dengan baja, agar jika nantinya duri itu benar melukai setiap pembuluh darah ku. Aku tak akan begitu merasa kesakitan. Namun jika duri itu berubah menjadi bunga ester yang indah, aku akan membuka pelindung ini dan melindungi sebuah janji yang melingkar di jarimanis antara aku dan duri itu.
Yah....tunggu waktu untuk mengakhir segala kegilaan ku ini. Jika sudah mencapai tepinya, semua itu akan menepi ketempat yang dipilihnya. Kebodohan dan ketololan dengan kesakitan, atau dengan sebuah ikatan beda yang terikat satu.