Aku dan Kamu

Jumat, 26 Desember 2014

0 komentar

Aku kamu bukan kita
Kita bukan kita
Cinta apa dia ?
Sayang apa dia ?
Bukan juga benci

Pagi ini Malam
Siang ini Senja
Kita ditengah batas anatara malam dan senja
Kita dimana ?

Kita aku lupa
Tak seharusnya kusebut kita
Aku
Kamu
Bukan kita
Diujung senja aku
Dan
Kamu diujung malam
Terpisah

Bisa kah malam dan senja menyatu
Dia terbatas oleh apa aku tak tahu
Seperti aku dan kamu
Yang mungkin akan seperti batas itu

Kita Tanpa Sebuah Status

Jumat, 12 Desember 2014

0 komentar

Mungkin pertemuan kita sangat sederhana. Lewat sebuah sosial media, kau dan aku bertukar nama. Aku belum mengerti wujud aslimu dan sebaliknya dirimu. Namun, kedatangan mu diwaktu yang sangat tepat untuk ku. Ketika aku merasa bosan dengan semua keadaan ini. Perkenalan kita tak terlalu lama, seperti cinta yang tak butuh waktu.


Dan, entah kenapa saat itu aku mudah takhluk oleh mu. Bodoh atau tolol diriku ? Aku terlarut dalam kata-kata maya mu, yang menurut ku terlalu membius ku. Kau tak merayuku dengan kata-kata romantis, namun kenapa aku terjebak dalam perasaan mu ?


Hingga, beberapa hari kita hanya berjumpa lewat sosial media. Kau megajak ku bertemu. Sepantasnya orang berkenalan, kita bertemu di sebuah cafe yang menurutku sangat nyaman. Kamu bercerita tentang apa keluh mu. Dan aku mendengarkan meski sejujurnya aku tak paham dengan obrolan kita. Aku berusaha mendengarkan, aku tak mau melihat kau tak nyaman. 


Pertemua singkat, dan perjumpaan singkat kita. Berlanjut.....

Meski masih lewat sosial media, aku terus merasa nyaman oleh mu. Salah kah Tuhan, bila aku terlalu cepat menyayanginya ? 

Kutekankan dia tak merayuku dengan kata-kata romantis, namun aku terbuai olehnya. Dia lebih dewasa dariku dari segi usia - berbeda 4 tahun. Tapi entah dari segi pemikirannya, aku belum mengenalnya jauh. Aku merasakan cinta tak butuh waktu dengannya. Dia juga tak mempermasalahkannya. 


Kian hari dan hari kurasa hubungan aku dan dia semakin dekat. Hingga suatu waktu ku tanyakan " Kita ini Apa ?" . Dan dari jawaban mu sebenarnya sudah memuat ku remuk. 

Kita tanpa sebuah status !

Mngkin tak butuh waktu lama, ya tak lama dari pertemuan kita. Kini kau menjauh ! Aku kira kau benar-benar sesuai perkataan mu. Status tak perlu, hanya butuh kenyamanan. Namun apa sekarang ?  Setelah kau nikmati setiap jengkal tubuh ku, kau perlahan pergi dengan alasan konyol mu.


Ya, pertemuan singkat dan berakhir singkat mungkin ini adalah akhirnya. Harusnya aku kecewa dengan sikap mu, namun aku terlanjur menjatuhkan segalanya kepada mu. Mengertikah dirimu ? Aku tak mungkin memberi setiap jengkal tubuh ku, pada sembarang orang. Namun, kau apa yang kau lakukan ? Salahkan aku menyebut tisu yang kau pakai dan kau buang ? kenapa engkau yang marah ? Aku lah yang seharusnya murka dengan mu. 


Mungkin kau sudah menganggap diriku sangat rendah di mata mu. Aku mengejar agar dirimu tetap menjadi milik ku, Milik ku ? 

Kita tanpa sebuah status !

Entahlah, kesalahan ku terlalu cepat terlarut dalam perasaan mu. Padahal, sahabat ku sudah memperingatkan ku. Kurangkah apa yang ku berikan? Benar, seharusnya aku menjauhi mu dari awal kau pengaruh buruk untuk ku. Benar, seharusnya aku tak menjatuhkan perasaan ku untuk mu. Jika pada akhirnya kau pergi mejauh. 


Diriku, sudah seperti sampah yang seharusnya berada pada titik terbawah wanita. Namun, karena tertutup rasa kepda mu, aku tak peduli semua itu. Aku tahu, dan tahu ini cara Tuhan buat ku lebih dewasa. Aku menjauh dari segalanya yang membawa ku dalam jerat dosa. Dan kau, aku berterimakasih kepada mu. Kau mengajari ku satu hal tentang "Harga Diri".

 

"Bahagia untuk mu" Dari seorang yang kau sakiti. 

Itu doa ku tiap waktu, dan air mata ini sepenuhnya untuk mu.Tiap waktu, ketika aku berusaha melupakan mu. Cinta, dan rasa segala seharusnya butuh waktu. Untuk mu, semoga kau tahu bagaimana perasaan sakit ku. Dan, jangan berharap jika perih ini sudah berkumpul aku bisa memaafkan dengan mudah dirimu. Kau tahukan "Tuhan Maha Adil"

Duri - Duri Setangkai Ester - 3

Kamis, 14 Agustus 2014

0 komentar


Bagaimana aku bisa bangkit dari semua ini. Jika rasa itu kau munculkan lagi. Aku sempat menjauh dan pergi. Aku sadar hati mu tak memilih aku untuk menempati.Perlahan namun pasti aku mundur meski, otak ku terus berharap sebuah tempat disisimu. Sebulan saja, tidak seminggu, sehari, sedetik saja. Aku ingin itu, namun percuma. Sekuat apa aku berharap semua percuma, mundur dari harapan ini memang yang terbaik.
Jika aku bertanya, masih adakah jawaban dari mu yang tak akan menyaitiku. Kurasa tak ada, maka dari itu diam adalah sebuah pilihan. Mawar yang berduri, lebih kau pilih untuk menepati hatimu. Kau berkata duri itu tak akan menyakiti mu. Mau apa lagi? Aku tak bisa melarang mu untuk semua itu. Aku cuma setitik yang pernah kau lewati. Seperti halte, yang ada di tiap-tiap kota. Seperti itu aku, kau singgah sementara dan berlalu. Tapi nanti jika kau perlu aku, kau datang dan pergi.
Sudah, kubulatkan hati ku untuk aku berhenti. Sudah, sudah sangat sudah ! Aku yakin, jodoh itu tak akan pernah salah singgah bila kau pernah singgah sementara.
"Aku rela kau jadikan ku sebagai tempat mu beradu kesah, dan aku rela kau tinggalkan bila kau sudah menemukan singgana mu 'Sementara' aku rela." Salah bila setiap kali kau menemukan singgana itu, mulut ini berucap begitu? Memang apa yang ku ucap hanya sebuah kebohongan besar di hati ku. Namun, demia sebuah kebahagian mu aku rela.
Batas sebuah sabar memang tak ada, yang ada batasnya itu menunggu. Aku sudah empat  musim menunggu mu. Hingga berapa kali kau menggurkan mawar-mawar mu itu. Dan ketika mawar itu menguncup kau menghampiriku. Karena kau tahu kelopak ku tak pernah menutup untuk mu.
Tapi, kini aku seperti telah lelah menunggu mu. Kelopak ku rasanya telah lelah menggodamu. Aku hanya seorang biasa. Aku punya sebuah rasa, yang akan lelah bila selalu kau buat berharap dan percuma. Ester yang selalu kau datangi bila mawar mu kuncup. Tak selama mampu membahagiakan mu saja, ester itu juga perlu bahagia. Kau tahu itu.
“Apa kau tak lelah? Sadarkah dirimu bila kau menyakiti ku perlahan?”
“Maaf..” kata yang menjawab semua rasa yang harusnya sakit ini. Seperti tak mempan, mengobati semua perih yang ada di hati. Sebuah maaf, apakah cukup untuk menutup empat musim yang kau gantungkan?
“Terimakasih, semoga ini terakhir kali kau hadir dan pergi.”
Hujan, panas, gugur dan beku sebuah siklus dimana empat musim itu hadir disini- hati ku. Dengan cerita yang sama, kau hadir membuat ku luluh dan jatuh cinta. Pada akhirnya nanti kau buang aku, bukan membuangku namun menyimpan ku sejenak.
Cukup sekian, rasa yang musuk seperti duri. Aku tulus menyayangimu namun semua itu hanya ternilai oleh sebuah perih yang membuat ku tolol selamanya. Tulus ku untuk mu, cukup berhenti disini. Aku berjalan dan menutup semua tentang mu. Aku ester yang kau sakiti. Kini aku akan matai dan tumbuh pada hati yang benar-benar akan tulus menyayangi ku. Tak hanya seperti mu datang dan pergi.
Aku sudah cukup belajar empat musim ini. Untuk musim kelima kuharap aku tak akan jatuh kesekian kali.

Kekasih Teater

Minggu, 10 Agustus 2014

0 komentar

Laki-laki itu masih duduk di pojok sebuah taman. Tatapannya yang nampak kosong, membuat daun-daun perindang di sekitarnya mulai menunduk lesu. Wajahnya terlihat serius dengan tangan terus menari disamping pahanya.

Suara tawa anak-anak di sampingnya tak membuat sedikit perhatiannya teralihkan. Dia tetap diam, dengan pose yang tak berubah sedikitpun. Hingga bel tanda masuk berbunyi barulah dia berdiri, berjalan menuju kelasnya.

Nampak diatas pintu tertera "XII-SAINS 4". Laki-laki itu masuk dan duduk di bangkunya. Wajahnya masih sama, entah apa yang ada dipikirannya saat ini.

Ahmad Johan Pamungkas, ya itu nama laki-laki yang nampak gelisah sedari tadi. Dia adalah seorang ketua grup teater di SMA Pelita Nusa Garuda. Dia terkenal sebagai seorang pemikir. Namun, dia juga seorang yang banyak sekali ide dan sangat bertanggung jawab. Pantas dia di daulat menjadi ketua grup teater, berkat ide segarnya--Teater Rock and Tradisonal Rama Shinta. Teater SMA Pelita Nusa Garuda, menjadi pemenang pertama teater se Jawa-Bali. 

"Jo, kamu dipanggil Bu Sarah," kata Dian, teman sekelas Johan.
"Dimana?"
"Ruang guru, ini surat dispen mu."

Dengan langkah cepat, Johan berjalan menuju ruang guru. Dia tahu apa yang akan di bahas oleh Bu Sarah. Namun, dia masih belum menemukan patner yang tepat.

"Johan, konsep pagelaran besok di gedung kota bagus. Lalu kamu sudah menemukan patner yang pas, selain Maya?" Tanya Bu Sarah.
"Belum, saya sangat bingung Bu, anggota grup teater sudah pas sedangkan saya mengadakan audisi juga tidak ada yang memenuhi syarat."
"Tunggu sebentar," kata Bu Sarah.

Tok tok tok, "Permisi Bu Sarah memanggil saya ada apa?" salam seseorang.
"Nah, ini Chalista," kata Bu Sarah, "Ini Jo, saya menemukan patner kamu. Dia Chalista Pertama Sari dia adik kelas mu."
Chalista tersenyum simpul. Johan memperhatikan wajah Chalista dengan teliti. Tak ada satu bagian yang tertinggal dari pengamatannya. Bu Sarah memang malaikat penolong. Beliau memecahkan masalah yang sedari tadi membuat Johan seperti orang paling susah di dunia.
"Hai, salam kenal Chalista semoga Bu Sarah tidak salah milih kamu buat teater kali ini." ucap Johan.

***

Semenjak perkenalan di ruang guru oleh Bu Sarah. Kini Johan dan Chalista selalu menjadi patner yang serasi. Setiap pertunjukan mereka selalu di akhiri dengan pujian.

Jadi duet Johan dan Chalista tak hanya berhenti pada teater itu saja. Kini mereka di dapuk sebagai Wakil Duta Lingkungan untuk mewakili sekolah.

Ditengah kebiasaan mereka, semua teman-teman Johan mengira bahwa Chalista adalah pacarnya. Kekompakan mereka sangat alami. Apalagi jika diatas panggung.

Namun, mereka berdua melakukan semua itu sebatas rekan di grup teater. Chalista sudah memiliki pacar.

"Ta, kamu sama Kak Johan pacaran?"tanya teman Chalista.
"Enggak lah, Rio mau aku kemanain?"
"Loh, bukannya kalian udah putus? kemaren aku lihat Rio jalan sama Bunga."
"Bunga? anak kelas Social 3?"
"Ya, Kemaren waktu aku ketemu juga si Bunga bilang kalau Rio pacarnya."

Mendengar semua cerita tentang Rio. Chalista mulai menjaga jarak dengan Johan, dia berfikir bahwa Rio selingkuh akibat isu dia dan Johan pacaran.

message : Rio

Cha, aku pengen ketemu kamu di cafe pukul 5.

Chalista membaca pesan singkat dari Rio.

***
"Kita putus, kamu selingkuhkan sama kakak senior itu."
"Enggak, Ri aku cuman..."
"Udah deh, banyak yang bilang, kamu tahu aku paling benci namanya selingkuh ya dan kamu apa? bisa-bisanya kamu selingkuh." Rio beranjak dari kursinya. Suasana cafe yang sedari tadi nampak romantis kini berubah menjado dramatis. Entah gara-gara apa hubungan Chalista menjadi berantakan. Sejujurnya Johan sempat mengungkapkan perasaannya. Namun, dia sadar bahwa Chalista milik Rio.
"Oke, lalu Bunga?" Tanya Chalista dengan wajah menahan kecewa.
"Oh, kamu sudah tahu. Syukurlah."
"Ri," Plak ! suara tamparan tangab Chalista mendarat mulus di pipi Rio.

Perjalan pulang, air mata Chalista tak berhenti mengalir. Kenapa Rio setega itu? Kenapa dia enggak mau membuka pikirannya ? Kenapa ???

Sejujurnya Chalista masih sayang Rio. Namun sifat Rio, tak bisa lagi dia pertahankan. Namun dia juga tak bisa membalas perasaan Johan. Sudahlah Chalista dan Johan sebatas pasangan dalam Teater saja.

Bukan Penikmat Senja

Senin, 21 Juli 2014

0 komentar

Begini, aku bukan penikmat senja.
Tak peduli ia akan seindah apa.
Dalam benakku senja ialah dimana disana kita berpisah.
Ingatkah, sebuah cincin yang kau lempar dihadapannya.
Sebagai tanda sebuah dusta.
Dulu juga...
Ya ingat jelas pula otak ku ini.
Kau ikat aku dengan bersaksi senja.
Namun kini ?
Engkau mendusta di hadapan senja.
Senja yang kau agungkan laksana sebuah permain rumahan.
Kau bosan selesailah, melupakan ucap setia yang kau ucap.
Sudah, aku tak ingin menikmati senja.
Senja yang hanya sebuah dusta.
Senja yang sebenarnya sebuah lubang yang kau gunakan tuk menjerat kedua.
Aku tak menikmati  senja.
Sudahlah...

Dibalik Jodoh Kita

Minggu, 22 Juni 2014

0 komentar

Bagaiamana malam ini?
Engkau melihat bintang begitu indah
Dengan sinar malam yang berkilau mesra

Peganglah tangan ku sejenak
Kumohon, jangan engkau coba melepasnya
Karena engkau tahu ku pasti menangis sekarang

Biarkan nanti ku yang melepasnya
Jangan jangan engkau
Ku tak sanggup menerima sakit ini
Setiap gelap engkau selalu seperti nur yang menembus sunyinya dengan senandung manis mu

Maaf, jika ku memaksamu
Ku tak ingin merasa sakit karena sebuah cinta antara kita
Ku tahu jodoh bukan untuk kita
Aku hanya singgah mu sementara
Jadi maaf jika ku ingin engkau saja yang merasa sakit ini
Setelah ku tanam kenangan indah ini

Duri - Duri Setangkai Ester - 2

Jumat, 21 Maret 2014

0 komentar
Aku bernafas dengan akar-akar yang menjerat ku. Ranting yang seakan pernah meraih setiap daun-daun yang akan bersemi dengan kelopak indah, kini ia berubah menjadi sebuah duri yang menyakiti ku. Daun yang mulai bersemi, seakan kini hanya mampu menggurkan diri. Sakit ! Bagai mencabut setiap jengkal nyawa yang kumiliki. 
Sampai,aku tak bisa menahan setiap tetesan darah tanda kesakitan yang menghias setiap guratan indah di raut wajahku. Lihatlah aku sekarang,lihatah ! kau ranting yang dulu kuharap saja tak mampu mencuri setiap jengkal gerikankan. Padahal kau yang membuat setiap duri-duri ini menancap disetiap jenggakal raga ku. 
Namun, percuma saja jika aku menyalahkan mu. Sejak awal aku sudah menyakinkan diriku untuk siap menerima semua ini. Tapi, mengapa semua keluar dari keyakinan ku. Rasa sakitnya melewati semua duga ku.
Kini, setiap daun ku hanya mampu menatap mu sambil menjatuhkan diri sembari menahan rasa sakit yang kini menggerogoti ku. Ranting yang dulu kunanti, kenapa kau merubah diri menjadi duri yang mengahncurkan segala mimpi.
Nafas yang dulu kuharapkan menjadi satu. Nafas yang dulu pernah kuharap merubah setiap beda waktu. Hanya menyisahkan abu-abu dan semu. Sejah awal harusnya aku tak mengikuti segala kegilaan ku, dan aku harusnya tahu bahwa perbedaan antara kita adalah sebuah kedustaan yang menghianati tiang yang menyangga kita sejak mata kita menatap cahaya. 
Dan, kurasa kini aku benar-benar sangat membodohkan diriku. Mengapa aku tak mendengarkan bisikan Tuan ku dulu, yang berkata "Jangan kau kejar sebuah berbedaan, meski beda itu indah".
Dalam sakit dan nafas yang masih ku miliki sekarang ini. Dengan sisa-sisa daun yang masih mampu bertahan pada raga ku. Kumulai merangkak menghapus setiap darah dari duri yang menancap sempurna. 
Sembari aku mengobati dan mencabut duri yang masih mendiami tiap inci kulit ku. Dari sisi berbeda merambatlah sebuah cahaya. Ia membekukan darah yang mengalir kini, dan menggurkan satu demi satu duri yang menancap pada raga. Namun, biarpun ia datang membekukan setiap siksa dalam raga ku. Aku masih saja merasa semua itu masih menyakitkan. Karena duri itu terlalu dalam bersarang pada raga ini.

Seekor Rahasia

Rabu, 05 Maret 2014

0 komentar
Lihat mirat yang seakan bersua dengan raut mu
Apa kau melihatnya?
Diantara tubuhnya bersembunyi seekor rahasia
Kau melihatnya?

Lihat mirat yang seakan menyimpul 
Ia menyapamu karena sebegitu rintihnya sayapku
Aku seakan tak mampu bangkit dari tempatku kini
Rahasiaku begitu dalam
Hingga aku menyuruh mirat untuk menjadi tamengnya

Lihat mirat dia bukan memintamu
Aku aku
Kenapa kau menatap mirat?
Tatapan yang kuimpikan

Sebegitukah kau hingga kau tak menemukanku
Bodoh
Bodoh
Tak mungkin kau melihatku
Aku bersembunyi 

Duri - Duri Setangkai Ester - 1

0 komentar
Bodoh atau tolol ? dua kata itu mungkin sedikit mewakili otak ku, yang kurasa benar-benar sudah kehilangan kesadarannya. Memang secara fisik aku masih utuh. Dua mata, satu hidung, satu mulut, dan dua telinga yang semuanya berfungsi secara baik tanpa cacat. Namun fisik ku menipu semuanya. Aku mencoba berdiri didepan sebuah mirat. Kupandangi diriku atas sampai keujung kuku ku sekalipun. Tak ada yang salah, namun kenapa dengan ku. Aku menutupi semua kerusakan dalam otakk ku dengan semua indra ku yang sempurna. Sepertinya otak ku sudah tak dapat kuperbaiki. Otak ku seperti berjalan sendiri, tanpa kontrol ku tentunya.
Ah.....aku benar-benar lepas dari diriku. Mirat didepan ku seakan terheran-heran dengan diriku. Sebegitu butanya mata kecil ku ini, atau ini sesuatu yang tulus yang ku rasakan. Oh, aku tak mengerti. Sungguh ! Bagaimana aku bisa mengerti,otak ku saja sudah lepas dari kendaliku. Aku sadar saat ini aku benar-benar bisa disebut gila karena kebodohan atau ketololan ku. Tapi, terserah ! Aku yakin di dunia ini tak hanya aku yang merasa kan hal ini. Meninggalkan, bukan-bukan meninggalkan tapi lebih tepatnya menjauh. Aku membiarkan diriku menarik diri dari sebuah perasaan tulus yang mencoba menyatu dengan ku. Dan, aku lebih memilih merangkak menuju jalan berduri yang dipikiran orang hanya seperti keindahan sementara. Aku seakan tak peduli dengan ungkapan "Cintailah orang yang mencintaimu" atau "Lebih baik mencintai orang yang mencintaimu daripada mencintai orang yang kau cintai". Keduanya seakan ku abaikan. Aku merasa semua itu hanya sebuah angin yang membuat ku sejuk sementara. Kutup rapat-rapat semua indraku. Langkahku sedikit demi sedikit kulangkahkan pada duri yang begitu mengkilap tajam. Duri yang aku tahu akan menyakitiku, dan yang akan membuatku hancur bagai tulang yang siap-siap menyatu dengan tanah. Aku seakan sudah menyiapkan hati ku yang sedikit demi sedikit ku olesi dengan baja, agar jika nantinya duri itu benar melukai setiap pembuluh darah ku. Aku tak akan begitu merasa kesakitan. Namun jika duri itu berubah menjadi bunga ester yang indah, aku akan membuka pelindung ini dan melindungi sebuah janji yang melingkar di jarimanis antara aku dan duri itu.
Yah....tunggu waktu untuk mengakhir segala kegilaan ku ini. Jika sudah mencapai tepinya, semua itu akan menepi ketempat yang dipilihnya. Kebodohan dan ketololan dengan kesakitan, atau dengan sebuah ikatan beda yang terikat satu.