Duri - Duri Setangkai Ester - 3

Kamis, 14 Agustus 2014



Bagaimana aku bisa bangkit dari semua ini. Jika rasa itu kau munculkan lagi. Aku sempat menjauh dan pergi. Aku sadar hati mu tak memilih aku untuk menempati.Perlahan namun pasti aku mundur meski, otak ku terus berharap sebuah tempat disisimu. Sebulan saja, tidak seminggu, sehari, sedetik saja. Aku ingin itu, namun percuma. Sekuat apa aku berharap semua percuma, mundur dari harapan ini memang yang terbaik.
Jika aku bertanya, masih adakah jawaban dari mu yang tak akan menyaitiku. Kurasa tak ada, maka dari itu diam adalah sebuah pilihan. Mawar yang berduri, lebih kau pilih untuk menepati hatimu. Kau berkata duri itu tak akan menyakiti mu. Mau apa lagi? Aku tak bisa melarang mu untuk semua itu. Aku cuma setitik yang pernah kau lewati. Seperti halte, yang ada di tiap-tiap kota. Seperti itu aku, kau singgah sementara dan berlalu. Tapi nanti jika kau perlu aku, kau datang dan pergi.
Sudah, kubulatkan hati ku untuk aku berhenti. Sudah, sudah sangat sudah ! Aku yakin, jodoh itu tak akan pernah salah singgah bila kau pernah singgah sementara.
"Aku rela kau jadikan ku sebagai tempat mu beradu kesah, dan aku rela kau tinggalkan bila kau sudah menemukan singgana mu 'Sementara' aku rela." Salah bila setiap kali kau menemukan singgana itu, mulut ini berucap begitu? Memang apa yang ku ucap hanya sebuah kebohongan besar di hati ku. Namun, demia sebuah kebahagian mu aku rela.
Batas sebuah sabar memang tak ada, yang ada batasnya itu menunggu. Aku sudah empat  musim menunggu mu. Hingga berapa kali kau menggurkan mawar-mawar mu itu. Dan ketika mawar itu menguncup kau menghampiriku. Karena kau tahu kelopak ku tak pernah menutup untuk mu.
Tapi, kini aku seperti telah lelah menunggu mu. Kelopak ku rasanya telah lelah menggodamu. Aku hanya seorang biasa. Aku punya sebuah rasa, yang akan lelah bila selalu kau buat berharap dan percuma. Ester yang selalu kau datangi bila mawar mu kuncup. Tak selama mampu membahagiakan mu saja, ester itu juga perlu bahagia. Kau tahu itu.
“Apa kau tak lelah? Sadarkah dirimu bila kau menyakiti ku perlahan?”
“Maaf..” kata yang menjawab semua rasa yang harusnya sakit ini. Seperti tak mempan, mengobati semua perih yang ada di hati. Sebuah maaf, apakah cukup untuk menutup empat musim yang kau gantungkan?
“Terimakasih, semoga ini terakhir kali kau hadir dan pergi.”
Hujan, panas, gugur dan beku sebuah siklus dimana empat musim itu hadir disini- hati ku. Dengan cerita yang sama, kau hadir membuat ku luluh dan jatuh cinta. Pada akhirnya nanti kau buang aku, bukan membuangku namun menyimpan ku sejenak.
Cukup sekian, rasa yang musuk seperti duri. Aku tulus menyayangimu namun semua itu hanya ternilai oleh sebuah perih yang membuat ku tolol selamanya. Tulus ku untuk mu, cukup berhenti disini. Aku berjalan dan menutup semua tentang mu. Aku ester yang kau sakiti. Kini aku akan matai dan tumbuh pada hati yang benar-benar akan tulus menyayangi ku. Tak hanya seperti mu datang dan pergi.
Aku sudah cukup belajar empat musim ini. Untuk musim kelima kuharap aku tak akan jatuh kesekian kali.

0 komentar:

Posting Komentar